“Everything in life has some risk, and what you have to actually learn to do is how to navigate it.”
Satu kalimat dari Reid Hoffman, Co-Founder and Executive Chairman at LinkedIn
di atas terasa tepat menggambarkan dasar dari dibangunnya manajemen
risiko. Risiko, akan selalu ada di seluruh aspek kehidupan, di level
mana pun, kapan pun, persis dengan pilihan kata yang digunakan oleh
Hoffman, everything.
Adanya ancaman risiko tersebut, membuat semua orang harus bersiap, baik secara individu maupun organisasi, untuk menghadapinya. Merujuk kembali ke kalimat Hoffman di atas, yang dapat dilakukan adalah mempelajari, bukan untuk berusaha menghilangkannya, melainkan kita harus mempelajari bagaimana mengendalikan risiko tersebut, bagaimana mengelolanya. Karena sesuai dengan definisinya, risiko adalah suatu kemungkinan kejadian yang dapat menghambat pencapaian tujuan. Artinya, jika tidak dikelola, jika tidak dikendalikan, risiko akan benar-benar menghambat tujuan.
Adanya ancaman risiko tersebut, membuat semua orang harus bersiap, baik secara individu maupun organisasi, untuk menghadapinya. Merujuk kembali ke kalimat Hoffman di atas, yang dapat dilakukan adalah mempelajari, bukan untuk berusaha menghilangkannya, melainkan kita harus mempelajari bagaimana mengendalikan risiko tersebut, bagaimana mengelolanya. Karena sesuai dengan definisinya, risiko adalah suatu kemungkinan kejadian yang dapat menghambat pencapaian tujuan. Artinya, jika tidak dikelola, jika tidak dikendalikan, risiko akan benar-benar menghambat tujuan.
Menyambung
pembahasan di atas, risiko juga tidak dapat dilepaskan dari peluncuran
Program Dana Desa oleh Pemerintah Indonesia dengan disahkannya UU Nomor 6
Tahun 2014 tentang Desa, maka desa mendapatkan kewenangan untuk
mengurus tata pemerintahannya sendiri serta melaksanakan pemerataan
pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup
masyarakat desa.
Undang-undang tersebut beserta peraturan
pelaksanaannya, telah mengamanatkan pemerintah desa untuk lebih mandiri
dalam mengelola pemerintahan dan berbagai sumber daya alam yang
dimiliki, termasuk di dalamnya pengelolaan keuangan dan kekayaan milik
desa. Dalam APBN-P 2015 telah dialokasikan Dana Desa sebesar kurang
lebih Rp 20,776 triliun kepada seluruh desa yang tersebar di Indonesia.
Jumlah desa yang ada saat ini sesuai Permendagri 39 Tahun 2015 sebanyak
74.093 desa. Selain Dana Desa, sesuai UU Desa pasal 72, Desa memiliki
Pendapatan Asli Desa dan Pendapatan Transfer berupa Alokasi Dana Desa;
Bagian dari Hasil Pajak dan Retribusi Kabupaten/Kota; dan Bantuan
Keuangan dari APBD Provinsi/ Kabupaten/Kota.
Atas kewenangan yang
besar tersebut, tentu juga akan memunculkan risiko-risiko yang jika
tidak dapat dikelola dengan baik dapat menyebabkan kegagalan pemerintah
desa mencapai tujuan yang diharapkan.
Sesuai dengan tujuan
pembangunan desa yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014
yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup
manusia serta penanggulangan kemiskinan, maka pengalokasian dana desa
haruslah sejalan dengan tujuan tersebut. Tantangan yang dihadapi oleh
pemerintah desa tentu berat. Pemerintah desa harus mampu melaksanakan
serangkaian siklus pengelolaan keuangan dengan baik, mulai dari
perencanaan sampai dengan pertanggungjawaban. Di setiap tahapan
tersebut, tentu akan muncul berbagai risiko yang harus dihadapi,
terutama risiko operasional seperti SDM, kebijakan atau prosedur,
teknologi, dan eksternal. Kembali lagi, jika pemerintah desa tidak
memandang manajemen risiko adalah hal yang penting, sulit rasanya tujuan
yang ditetapkan dalam pembangunan desa sesuai nawa cita ketiga dapat
tercapai.
Risiko yang utama, tentu tidak dapat dipungkiri adalah
keterbatasan SDM, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Merujuk
pada organisasi yang lebih luas, pemerintah kabupaten/ kota, sampai saat
ini saja masih kesulitan dalam mengelola keuangannya, tentu hal ini
merupakan tantangan berat bagi pemerintah desa, terlebih mengelola dana
desa masih merupakan hal yang baru. Melaksanakan fungsi manajemen, mulai
dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan,
sampai pertanggungjawaban, tentu diperlukan kesiapan dari pelaksananya.
Hal
yang dapat dilakukan untuk membangun sebuah ‘manajemen risiko’ yang
sederhana di pemerintah desa adalah menetapkan pemilik risiko (risk owner) dari masing-masing kegiatan yang dilakukan.
Risk Owner adalah seseorang yang bertanggung jawab untuk melakukan monitoring atas risiko dan melakukan respon atas risiko tersebut. Risk Owner biasanya adalah seseorang yang menetapkan rencana respon atas risiko (risk response plan)
dan melakukan analisis atas risiko yang dikelolanya. Jika dihubungkan
dengan struktur organisasi di pemerintah desa, pejabat struktural di
bawah kepala desa tepat ditunjuk sebagai Risk Owner atas masing-masing kegiatan yang dilaksanakan.
Lalu, bagaimana kita mengidentifikasi siapakah yang tepat menjadi Risk Owner? Menurut Harry Hall, Director of Enterprise Risk Management at the Georgia Farm Bureau Mutual Insurance Company, terdapat beberapa kriteria dalam melakukan identifikasi seseorang yang tepat ditunjuk sebagai Risk Owner. Di antaranya:
- Orang tersebut harus paling paham tentang penyebab, risiko, dan dampak atas risiko,
- Orang yang tepat melakukan monitoring atas risiko,
- Orang yang harus bertanggungjawab jika risiko telah terjadi,
- Orang yang memiliki pengalaman dalam hal manajemen risiko.
Merujuk
pada kriteria tersebut, dapat dicontohkan misalnya, sekretaris desa
yang merupakan unsur Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa (PTPKD)
ditugaskan membantu kepala desa dalam melaksanakan Pengelolaan Keuangan
Desa, sesuai tugas dan fungsinya dapat ditunjuk sebagai risk owner
dalam hal penyusun dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APB Desa;
penyusunan rancangan peraturan desa mengenai APB Desa dan perubahan APB
Desa; pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan yang telah ditetapkan
dalam APB Desa; penyusunan laporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan
APB Desa; dan verifikasi terhadap Rencana Anggaran Belanja (RAB),
bukti-bukti penerimaan dan pengeluaran APB Desa (SPP).
Kemudian,
kepala seksi yang merupakan salah satu unsur dari PTPKD yang bertindak
sebagai pelaksana kegiatan sesuai dengan bidangnya. Dalam hal ini,
kepala seksi sesuai dengan tugasnya dapat ditunjuk sebagai risk owner
dalam penyusunan Rencana Anggaran dan Biaya (RAB) kegiatan yang menjadi
tanggungjawabnya, pelaksanaan kegiatan dan/atau bersama Lembaga
Kemasyarakatan Desa yang telah ditetapkan di dalam APB Desa, penggunaan
dana untuk belanja kegiatan, pengendalian pelaksanaan dengan melakukan
pencatatan dalam Buku Pembantu Kas Kegiatan, pelaporan perkembangan
pelaksanaan kegiatan kepada Kepala Desa, dan pengajukan SPP yang
dilengkapi dengan bukti-bukti pendukung atas beban pengeluaran
pelaksanaan kegiatan.
Satu peran lagi yang penting dalam
pengelolaan dana desa ini adalah bendahara desa. Bendahara sesa
merupakan salah satu unsur dari PTPKD yang dijabat oleh kepala/staf
urusan keuangan dan memiliki tugas untuk membantu sekretaris desa.
Bendahara desa merupakan risk owner dalam mengelola keuangan
desa yang meliputi penerimaan pemdapatan desa dan pengeluaran/pembiayaan
dalam rangka pelaksanaan APB Desa. Penatausahaan dilakukan dengan
menggunakan Buku Kas Umum, Buku Kas Pembantu Pajak, dan Buku Bank.
Dari
beberapa uraian di atas, kita dapat simpulkan bahwa manajemen risiko
bukanlah bahasa langit yang tidak tepat diterapkan di pemerintah desa.
Justru sebaliknya, dengan penerapan manajamen risiko tersebut, dapat
membantu pemerintah desa melaksanakan tugasnya.
Sumber : http://www.kompasiana.com 22 Juni 2015 08:35:18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar