Awas, Dana Desa Cair KPK Mengancam

Karanganyar. Pekan ini, dana desa untuk wilayah Karanganyar mulai dicairkan. Sebanyak 162 desa akan mendapatkan kucuran dana. Jika awalnya Rp 22 miliar, akhirnya meningkat menjadi Rp 46,196 miliar yang dibagikan.
Paling rendah Desa Paulan Kecamatan Colomadu Rp 268 juta dan paling banyak Desa Ngringo, Jaten Rp 311 juta. Itu belum lagi ADD (alokasi dana desa) Rp 58 miliar untuk kesejahteraan aparat desa sampai ke RT dan RW.
‘’Awas, ini dana dari APBN. Artinya pengawasannya akan jauh lebih ketat. KPK bisa turun untuk melakukan pengawasan, sehingga jika sembarangan dan asal melaksanakan kegiatan, akibatnya fatal,’’ kata Bupati Juliyatmono.
Peringatan itu berkali-kali disampaikan. Sebab indikasi ke arah itu ada. Mindset desa ketika memperoleh dana dari pemerintah, baik pusat maupun daerah, selalu saja diterapkan seenaknya, harus habis, yang kadang sulit pertanggungjawabannya.
Pengamat pemerintahan Mukhtar MPd Msi yang ahli di bidang analisis keuangan desa membenarkan. Sumber daya manusia (SDM) di tingkat desa diakui belum mendukung untuk mengelola uang secara mandiri.
‘’Selama ini belum banyak desa memahami bagaimana mengelola dana desa agar terlaksana dengan baik, aman dan tepat sasaran. Sebab harus benar-benar dimulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan, dan tentu sistem pertanggungjawaban yang benar sesuai dengan kaidah pelaporan keuangan pemerintahan,’’ kata dia yang dosen UNS.
Kandidat doktor analisis keuangan daerah Program Pascasarjana Undip itu mengatakan, jangankan desa, di tingkat pemerintah daerah kabupaten saja, masih belum menguasai secara menyeluruh proses pengelolaan keuangan yang benar.
‘’Bukti sedikitnya daerah yang sudah bisa meraih status WTP (wajar tanpa pengecualian) dan juga banyaknya pimpinan dan pejabat daerah yang tersangkut korupsi, menandakan banyak di antara mereka yang tak memahami masalah pengelolaan keuangan.’’
Kadang masalahnya bukan pada soal memperkaya diri. Namun lebih pada persoalan administrasi, sistem perencanaan, pelaksanaan dan sistem pelaporan yang belum pas. BPK mencatat pengendalian dan pengawasan internal struktur keuangan sangat lemah di tingkat daerah.
Karena itu Mukhtar agak kurang yakin, jangan-jangan kepala desa akan banyak terjerumus masuk penjara karena kesalahan pengelolaan keuangan desa itu. Sebab mereka sembarangan menggunakan.
Bupati dari awal sudah wanti-wanti, kepala desa tak bisa lagi ngabehi. Semua urusan dipegang sendiri, sejak merencanakan kegiatan atau proyek, melaksanakan, kemudian membuat sistem pertanggungjawaban.
‘’Tidak bisa lagi seperti itu. Semua harus melalui musyawarah desa, yang diikuti tokoh masyarakat, ketua RT dan RW, BPD (Badan Permusyawaratan Desa), bersama membahas apa yang akan dibangun. Mana proyek yang harus menjadi prioritas, mana yang belum,’’ kata dia.
Jangan sampai terjadi, ada kegiatan atau proyek, namun warga tidak mengetahui kapan direncanakan. Ujug ujug saja ada proyek desa yang didanai dari dana desa, kata Bupati. Itu tak bisa lagi terjadi. Apalagi sampai ada proyek desa yang ditolak warga karena ternyata tak sesuai dengan permintaan warga.
Karena itu mutlak ketika menyusun APBDes, maka penggunaan anggaran itu benar-benar sudah sesuai dengan rembug desa, hasil kesepakatan semua elemen. Sehingga semua memang dikehendaki warga.
Sumber : suaramerdeka.com
(Joko Dwi Hastanto/CN19/SMNetwork)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar