Pemerintah Kota (Pemkot) Batu berupaya keras mencegah
petani agar tidak gampang menjual tanah yang menjadi sawah dan ladangnya. Hal
ini dilakukan agar produksi pertanian tidak berkurang. Ada indikasi di Kota Batu
terus mengalami penyempitan lahan pertanian untuk pengembangan usaha perumahan
dan pariwisata.
Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kota Batu, Arif Asidiqi tidak menyangkal adanya penyempitan lahan pertanian ini. Kondisi ini terlihat dari adanya beberapa lokasi pertanian yang terlihat kurang terawat. Hal ini terjadi akibat banyaknya tawaran kepada petani untuk menjual tanahnya yang akan digunakan untuk pembangunan perumahan maupun industri pariwisata.
“Hal ini diperparah banyaknya anak petani yang enggan pergi ke ladang. Mereka memilih pekerjaan lain di luar sektor pertanian. Akibatnya, pengelolaan lahan pertanian tidak memiliki generasi penerus,” ujar Arif saat dikonfirmasi, Minggu (16/11).
Untuk mengatasi masalah ini, kata Arif, pihaknya telah berkordinasi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BPMPT). Arif memberikan masukan agar kedua SKPD ini lebih selektif dalam memberikan izin pengembangan perumahan maupun industri pariwisata yang dilakukan di atas lahan pertanian.
Dalam Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Batu, telah ditentukan daerah mana saja yang diperuntukkan sebagai lahan pertanian, perumahan, maupun industri. Seperti di wilayah Kecamatan Bumiaji. Di tenpat ini telah ditetapkan sebagai kawasan hijau.
Yaitu, sebagai kawasan pertanian dan kawasan konservasi/ perlindungan hutan. “Kalau ada pemilik kebun apel ingin membangun satu villa di tengah kebunnya itu wajar dan tidak kita larang. Tapi kalau ingin bangun hotel yang mengubah fungsi lahan tentu langsung kita larang,” tegas Arif.
Investasi di bidang perumahan maupun pariwisata, katanya, telah menggerus lahan pertanian di Kota Batu. Kalau izin investasi tidak dibatasi bisa mengancam produksi pertanian dan nasib dari para petani itu sendiri. Diketahui, dalam lima tahun terakhir wilayah Kecamatan Junrejo dan Kecamatan Batu telah menjadi incaran investor dari luar kota.
Mereka berminat untuk mengembangkan usahanya di Kota Batu dengan menggunakan lahan milik petani. Seperti terjadi di Kecamatan Junrejo. Lahan pertanian di sana sudah banyak yang dikeringkan untuk dibangun kawasan perumahan baru.
Terpisah, Kepala(Bappeda Kota Batu, Eny Rachyuningsih menjelaskan, luas wilayah Kota Batu mencapai 19.908 hektar. Dari luas tersebut, 57% merupakan kawasan hutan yang dikelola Perhutani dan Dinas Kehutanan Provinsi Jatim. Kemudian sisanya, yaitu 43% merupakan kawasan pertanian dan permukiman serta kawasan usaha.
“Lahan pertanian memang akan tergerus karena adanya investasi. Tapi kami akan berusaha untuk selektif dalam memberikan rekomendasi perizinan usaha pengembangan perumahan dan pariwisata yang diajukan investor,” ujar Enny.
Menurutnya, rekomendasi Bappeda tentang pemanfaatan lahan pertanian untuk dibangun tempat usaha baru akan disesuaikan denga Perda RTRW yang telah ada.”Luas lahan pertanian di Kota Batu kira-kira 5.673.78 meter persegi. Yang tergerus untuk kawasan usaha diluar pertanian sudah sebesar 10 persen,” jelasnya.
Sementara, Kepala BPMPT Kota Batu, Syamsul Bakrie mengatakan, total investasi di Kota Batu pada tahun 2009-2013 diperkirakan mencapai Rp9.3 triliun. Namun sampai saat ini tidak ada kawasan hijau yang dialih fungsikan untuk pengembangan perumahan dan pertokoan.
“Investasi terbesar setahun ini ada pada pembangunan Singhasaari resort dengan nilai total mencapai Rp150 miliar. Selain itu ada juga pembangunan hotel Horizon yang nilai investasinya mencapai Rp100 miliar,” jelasnya. Harian Bhirawa Batu[nas]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar