Pak Gundul yang selalu memakai topi ini
mengaku mencari pemasok apel Batu memang lebih sulit dibanding mencari pemasok
apel impor. Untuk apel impor, pemasok bisa mengirim setiap saat ada permintaan.
Stok mereka selalu ada. ”Kalau apel
Batu, ya seperti sekarang ini, susah nyarinya,” tegasnya. Ia mengakui, masyarakat
lebih senang memilih apel impor. Dia menduga, selain karena tampilannya yang
menarik, itu juga disebabkan karena ketersediaannya yang cukup melimpah. ”Kalau
pertimbangan harga, orang pilih apel Malang,” ucapnya. Baik Pak Gundul maupun
Mutmainah, sama-sama tidak tahu tentang Pergub Jatim 22/2012 Jatim tentang
Pengendalian Impor hortikultura.
Peraturan yang dibuat Gubernur Soekarwo itu
hanya membolehkan buah impor di jual di supermarket, toko buah, dan pasar
modern. Di pasar tradisional dilarang. ”Nggak tahu
itu. Selama ini juga tidak ada yang melarang-larang,” kata Mutmainah. Lagi pula,
kata Mutmainah, pedagang seperti dirinya ini tidak terlalu peduli dengan buah
impor atau lokal.
”Pedagang itu yang penting, mana yang dicari orang ya itu yang
dijual. Yang penting lagi, barangnya tersedia. Walaupun nggak dilarang, kalau
barang tidak ada, ya apa yang mau dijual,” tegasnya. Pak Gundul menambahkan,
seingatnya tidak pernah ada petugas yang razia buah impor.
Pak Gundul dan pedagang buah di Wonokromo
lainnya, berlomba supaya dagangannya cepat laku. Tidak peduli itu buah impor
atau buah lokal. ”Asal cepat
habis saja. Kalau lama tidak bisa busuk dan kami rugi,” tegasnya. Mereka ini tidak memiliki
lemari pendingin, apalagi cold storage untuk menjaga kesegaran buah mereka.
(ben) SURYA Online, SURABAYA -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar