Petani di Batu dan Malang saat ini
punya dua musuh yang mereka rasakan sama-sama ganas. Namanya, kutu sisik dan
apel impor yang makin deras menggerojok Malang. Bedanya, kutu sisik
merusak apel di kebun. Sedang apel impor mematikan prospek di pasaran. Puncaknya
terjadi di tahun 2014 ini. Sekitar 300 hektare kebun apel di Batu sudah
terserang kutu yang tidak diketahui asalnya tersebut.
Hama itu menempel
dan menyerang batang. Jika tidak dibersihkan, hama yang ukurannya tidak lebih
besar dari semut itu akan berbiak ke ranting dan daun. Akibat serangan hama ini
pohon akan mengering. Kualitas buah menjadi buruk bahkan gagal panen.
“Hama ini membuat produksi apel bisa turun hingga 50 persen,“ jelas
Mardiyanto, aggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Maju Desa Tulungrejotani,
Kota Batu. Dalam kondisi normal, satu hektare lahan bisa memanen 10-15 ton.
Namun begitu kutu sisik menyerang, hasil panen menyusut, tinggal 5-7 ton. Mardiyanto
menyebut, hama ini paling sulit diatasi. Petani sudah berupaya menyemprotnya
dengan pestisida, tapi tetap saja tidak hilang. “Padahal sepekan disemprot hingga tiga kali. Biaya yang dikeluarkan
jadi cukup besar,” tegas pria yang juga menjadi anggota Perhimpunan Petani Apel
Sejahtera tersebut. Sudah hasil menyusut, mereka masih harus menghadapi musuh besarnya
di pasar. Kali ini musuh itu bernama serbuan buah impor.
Siti Mariyam
pedagang grosir yang ditemui Surya di Pasar Kota Batu, di Jalan Dewi Sartika
menyatakan, para petani dan tengkulak apel lokal merasa pening dengan makin
banyak apel impor yang masuk Malang dan Batu. “Di sebelah pasar ini saja, sekarang berdiri gudang buah impor.
Termasuk di dalamnya ya berbagai apel impor,” jelas Mariyam. Dari gudang
inilah apel-apel luar negeri itu mengalir deras ke pasar-pasar tradisional dan
pusat-pusat penjualan apel yang biasanya menjadi jujugan wisawatan di Malang
dan Batu. Kekuatan apel impor makin terasa di supermarket dan pasar modern.
Apel dari Tiongkok, Amerika, dan negara lainnya begitu mudah diterima.
Sebaliknya apel Batu sulit bisa lolos dari standard yang ditetapkan
supermarket.
“Saya sendiri masih memasok ke sejumlah supermarket di Kota Batu.
Tapi kalau harus disandingkan dengan apel impor, apel kami kalah dari sisi
tampilannya,” tambah Siti. Tampilan fisik itu menjadi standard penting di supermarket. Standard
lainnya adalah ukuran atau besar buah dan warna. “Supermarket meminta buah dengan ukuran atau size yang rata, warnanya
menarik dan tidak ada satu pun titik di kulitnya. Ini sulit dipenuhi,” tegasnya.
(ben/idl/day/iks) SURYA Online, MALANG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar