Dulu warga Desa Tulungrejo, Bumiaji, Kota
Malang beradu kualitas buah apel hasil petik kebun mereka. Tapi begitu
pasar dibanjiri apel asing, mereka ogah bicara kualitas buah. Bagi mereka,
membiarkan apel tetap di pohon jauh lebih beruntung dari pada memetik dan
membawanya ke pasar.
Pemandangan kebun di Desa Tulungrejo
terlihat elok. Apalagi saat melihat jalan berkelok-kelok di
tengah hamparan hijau pohon apel. Melintasi jalanan itu seperti berjalan di lorong berhias pepohonan. Di musim buah seperti sekarang, pemandangan bertambah asyik.
tengah hamparan hijau pohon apel. Melintasi jalanan itu seperti berjalan di lorong berhias pepohonan. Di musim buah seperti sekarang, pemandangan bertambah asyik.
Buah bundar itu bergelantungan, rendah, dan
bisa dengan mudah dipetik. Sebuah gerbang hijau menyambut setelah beberapa
menit melintas jalan. Inilah gerbang penanda kebun apel milik Kelompok Tani
Makmur Abadi (KTMA). Beberapa meter memasuki gerbang, sebuah tenda kuning berdiri.
Sejumlah warga di sana ramah menyambut setiap tamu yang datang.
“Ya beginilah kegiatan para petani apel sekarang ini,” tutur Hari
Cahyo, Kepala Unit Agro KTMA Batu menunggu pengunjung yang datang ke perkebunan
apel mereka. Ya, Hari bersama sekitar 45 petani apel setiap hari memang masih
berkebun. Tetapi, kali ini mereka tidak lagi memetik apelnya.
Mereka juga hampir tidak pernah berhubungan
dengan para tengkulak buah apel langganannya. “Kami tidak lagi mengandalkan jual
buah apel,” katanya. Hari dan para petani memilih berhimpun untuk mengubah nasib. Mereka
tidak lagi memetik apel dan membawanya ke pasar atau menjualnya ke tengkulak. Mereka memilih
membiarkan apel-apel itu sebagai pemandangan. Mereka membentuk wisata petik
apel di lahan mereka. Petik apel menjadi alternatif para petani apel, di tengah harga buah
apel yang tidak bisa diprediksi.
“Kalau mengandalkan penjualan buah apel dengan cara konvensional,
menanam apel tidak menarik lagi. Makanya kami harus berinovasi untuk lebih
menjual, dan wisata petik apel ini lumayan menguntungkan,” terang Hari,
saat ditemui di kebun KTMA. Lanjut Hari, masa kejayaan petani apel Batu memang
sudah lewat. Dia menggambarkan, masa kejayaan buah lokal ini pada era tahun
1997 hingga 1997, sebelum krisis ekonomi. Saat itu petani apel bagaikan raja di
Kota Batu.
Ibarat kata, tidak ada yang tidak bisa
dibeli petani apel. Mulai dari mobil, hingga rumah baru. Bank pun dengan mudah
mengucurkan kredit untuk pertanian apel. “Beda banget dengan sekarang. Bank mungkin mikir-mikir kalau mau beri
kredit pertanian apel,” tambah Hari. (day) SURYA Online, MALANG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar