Istikhomah
(40), warga Jl Brantas mengaku kecewa kepada Kantor Layanan Operasional (KLO)
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kota Batu. Meski sudah memiliki kartu
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), tetap diminta membayar saat mengobatkan orang
tuanya, Mashudi (72) di Rumah Sakit Paru, Rabu (10/9/2014) malam.
JKN tersebut
atas nama Mashudi. Mashudi mengikuti program JKN kelas II sejak Februari 2014
dengan nomor kartu identitas peserta 0001262717807. Kata Istikhomah, orang
tuanya baru menggunakan kartu JKN untuk berobat kemarin.
Ia
menceritakan, Rabu (10/9/2014), sekitar pukul 22.00, orang tuanya mengalami
diare dan menggigil hingga pukul 24.00. Ia sempat memberikan oralit dan minyak
kayu putih di tubuh Mashudi tapi kondisinya tidak reda.
Pedagang
nasi ini pun membawa Mashudi ke RS Paru karena satu-satunya layanan yang buka
adalah Unit Gawat Darurdat (UGD). Setiba di UGD, Istikhomah menyodorkan kartu
JKN, namun, kata dokter yang menangani, penyakit Mashudi tidak dijamin oleh
BPJS.
“Melihat
kondisi orang tua seperti itu, siapa yang tidak khawatir. Terpaksa saya minta
ditangani supaya segera sembuh,” ujar Istikhomah ditemui di rumahnya, Kamis
(11/9/2014).
Dalam hati
kecil Istikhomah merasa kecewa karena premi yang dibayarkan tiap bulan seolah
tidak dihargai. Namun ia tidak bisa apa-apa. Uang sebesar Rp 265.000 pun
terpaksa dibayarkan untuk biaya obat Mashudi.
“Ada dua
kwitansi yang diberikan. Kwitansi pertama untuk biaya administrasi Rp 115.000. Ini
untuk infus, injeksi, observasi dan drip. Dan menebus obat Rp 150.000,”
ujarnya.
Kamis pagi
sekitar pukul 08.00, ia melaporkan ke staf KLO BPJS di RS Paru, namun
jawabannya sama dengan waktu di UGD, yaitu karena bukan emergency sehingga
tidak termasuk perawatan BPJS.
“Setahu saya
BPJS untuk rakyat miskin, pokoknya berobat gratis. Apa gunanya tiap bulan saya
antri di BRI. Padahal harapan saya pada waktu sakit bisa tenang, tidak ada
biaya lagi,” keluhnya.
Ia mengaku,
selama ini tidak pernah mendapat sosialisasi penyakit membayar dan gratis, cuma
diberitahu prosedurnya saja. Pertama ke Puskesmas, kalau Puskesmas tidak bisa
menangani akan dirujuk ke rumah sakit terdekat.
“Tapi kalau
masalah penyakit tidak dapat informasi. Gagal ginjal saja gratis, mengapa diare
saja tidak gratis,” keluhnya lagi.
Koordinator
KLO BPJS Kota Batu, Friska Prasetyo mengungkapkan, ada prosedur yang harus
dilalui para peserta JKN, yakni harus ke Puskesmas dulu tidak langsung ke rumah
sakit. Kalau Puskesmas tidak mampu dan memberikan rujukan, baru bisa dijamin
JKN.
Sementara,
bagi peserta yang langsung ke rumah sakit, kondisi sakitnya emergency.
Sementara, penyakit yang diderita Mashudi belum pada titik emergency. Kategori
emergency atau tidak, dokter yang menilai.
“Kalau bukan
emergency, rumah sakit tetap memberikan pelayanan tapi tetap bayar sendiri,”
katanya.
Salah satu
dokter RS Paru, Dr Resti Enggar P yang piket Kamis pagi mengungkapkan, status
penyakit diare Mashudi tidak emergency. Hal itu terlihat dari tensi 130/90.
“Kondisinya masih normal. Tadi malam, dokter yang menangani sudah mengatakan
kalau memang bukan emergency,” katanya.
SURYA
Online, BATU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar