Meski jumlahnya tidak terlalu
besar namun seringkali adanya pungutan memunculkan banyak ‘auara
sumbang’ dari warga terutama mengenai dasar hukumnya. Apakah ‘pungutan’
adalah langkah yang diperbolehkan dan jika iya, bagaimana cara yang
seharusnya dilakukan desa dalam menerapkan kebijakan mengenai pungutan?
Sebenarnya
kata ‘pungutan’ hampir tidak dikenal dalam aturan hukum mengenai desa.
Dalam UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa menyebut, salahsatu sumber
pendapatan desa berasal dari retribusi dan pajak daerah kabupaten/kota.
Jika ada pendapatan desa dari masyarakat, namanya swadaya dan
partisipasi. Tetapi untuk bisa mendapatkan dana seperti ini tidak boleh
sembarangan, harus ada dasar hukumnya berupa Peraturan Desa.
Menilik
ke belakang, berdasar UU No 28/2009, retribusi adalah pungutan daerah
sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian ijin tertentu yang khusus
disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan
pribadi atau badan. Sedangkan pajak daerah
adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasar Undang undang, dengan tidak
mendapat imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jadi, retribusi dan pajak berasal
dari alokasi hasil pajak dan retribusi daerah kabupaten/kota.
Istilah
pungutan dalam UU NO. 6 Tahun 2014 tentang Desa berkaitan dengan
perancangan /penyusunan peraturan desa. Rancangan Peraturan Desa tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, pungutan, tata ruang dan
organisasi Pemerintah Desa harus mendapatkan evaluasi dari
Bupati/Walikota sebelum ditetapkan menjadi Peraturan Desa. Dari
pemahaman ini maka apapun mengenai pungutan desa harus dituangkan dalam
bentuk Peraturan Desa yang di evaluasi oleh Bupati/Walikota.
Dari
beberapa acuan di atas maka sebagai sebuah sumber pendapatan desa, jika
memang pemerintah desa memungut dana dari warganya, maka dana itu
dinamakan swadaya dan partisipasi dan menjadi pendapatan asli desa,
bukan termasuk pajak daerah maupun retribusi daerah. Pemerintah memang
diperkenankan menerima pendapatan desa dari masyarakat tetapi sekali
lagi, itu sifatnya swadaya dan partisipasi saja.
Sumber : http://www.berdesa.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar