Sumber : REPUBLIKA, 20 Juni 2012
Hingga saat
ini, program keluarga harapan (PKH) belum dikenal luas di Indonesia. Memang,
PKH tak setenar lembaga KPK yang hampir tiap hari menjadi headline di
media massa, baik cetak maupun elektronik. Padahal, PKH adalah program nasional
dalam membantu keluarga sangat miskin (KSM) di Tanah Air guna memperoleh
layanan gratis pendidikan dan kesehatan.
Jika KPK
semacam “malaikat pencabut nyawa“ untuk para terduga koruptor di berbagai
belahan pojok negeri ini maka PKH justru menjadi “malaikat penyelamat“ bagi
masyarakat keluarga miskin.
Pertanyaan
yang layak diajukan adalah apakah PKH itu? Samakah dengan bantuan langsung
tunai (BLT)? Mengapa banyak pemerintah daerah yang begitu menginginkan program
tersebut? Apa saja syarat untuk mendapatkannya? Tulisan sederhana ini hendak mendeskripsikan
program keluarga harapan secara general sekaligus menjawab sederet pertanyaan
di atas.
Perlindungan
Sosial
Program
keluarga harapan diadopsi dari sejumlah negara di kawasan Amerika Latin,
seperti Brasil, Cile, Nikaragua, dan Meksiko (2003). Di kawasan Asia Tenggara,
Filipina dan Indonesia adalah negara yang menguji coba program untuk keluarga
sangat miskin ini.
Pemerintah
Indonesia melalui Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K)
yang diketuai wakil presiden RI dan terdiri atas sejumlah kementerian terkait
(Kemensos, Kemendikbud, Kemenkes, Kemendagri, Kemenag, Kemenkominfo, Badan
Pusat Statistik (BPS), dan Bappenas) telah menerapkan PKH di tujuh provinsi
pada 2007.
Kementerian
Sosial melalui Direktorat Jaminan Sosial membentuk unit pelaksana PKH (UPPKH)
Pusat yang berfungsi sebagai pelaksana teknis dari tingkat pusat hingga
kabupaten/kota. Seperti dipaparkan Menteri Sosial Salim Djufri Assegaf dan
Dirjen Perlindungan Sosial di Kementerian Sosial Andi ZA Dulung pada Rakornas
PKH di Bandung (21-22 Maret 2012), pemerintah menargetkan KSM penerima PKH
sebanyak tiga juta jiwa pada 2014.
Dalam
perjalanannya, PKH dikembangkan di 25 provinsi pada 2011 dan telah mencakup 33
provinsi pada awal 2012. Tujuan PKH di antaranya adalah memberikan akses
pelayanan pendidikan dan kesehatan secara gratis kepada masyarakat yang masuk
domain KSM. Program perlindungan sosial (social protection) semacam ini
tidak diragukan lagi sangat bermanfaat bagi minimalisasi angka kemiskinan di
suatu negara.
Syarat
memperoleh PKH
Berbeda
dengan BLT, pada PKH ada persyaratan khusus yang ditetapkan pemerintah. Karena
itu disebut conditional cash transfer atau bantuan tunai bersyarat
pertama, peserta PKH adalah KSM yang memiliki ibu hamil (bumil) atau balita.
Kedua, peserta PKH adalah KSM yang memiliki anak didik usia enam-15 tahun
(SD/SMP).
Ketiga,
peserta PKH adalah KSM yang telah terdaftar di BPS. Berdasarkan pada data BPS
berisi jumlah KSM yang diajukan oleh bupati/wali kota ke Kementerian Sosial selaku
instansi yang ditunjuk TNP2K untuk melaksanakan teknis program, dilakukan
verifikasi dan validasi data BPS oleh para pendamping dan operator di
masing-masing kabupaten/kota penerima PKH.
Para
pendamping dan operator minimal berpendidikan D-3 dan diseleksi langsung oleh
tim rekrutmen yang terdiri atas Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan
praktisi sosial/akademisi. Dinas Sosial di kabupaten/kota hanya bertugas
menyeleksi persyaratan administrasi.
Setelah
diberikan diklat dan bimbingan teknis maka para pendamping dan operator
bertugas melakukan validasi dan verifikasi terhadap data KSM yang diajukan
kepada Kementerian Sosial. Di sinilah letak perbedaan mendasar antara program
BLT dan PKH. Bisa saja data BPS tentang keluarga sangat miskin yang diajukan
oleh bupati/wali kota, misalnya, 10 ribu KSM di suatu kabupaten/kota pada
akhirnya hanya tersisa 7.000 KSM yang benar-benar “berhak“ memperoleh PKH
sesuai dengan syarat-syarat di atas.
Sehingga,
dugaan adanya praktik KKN pada saat pendataan KSM dapat dicegah. Besaran dana
yang diterima KSM peserta PKH bervariasi, mulai Rp 2,2 juta hingga minimal Rp
600 ribu per tahun yang dibayarkan selama empat tahap melalui PT Pos atau BRI.
KSM penerima
bantuan dikurangi Rp 50 ribu-Rp 150 ribu dari total nominal bantuannya
jika--misalnya--tidak memeriksakan diri ke puskesmas/posyandu selama kehamilan
atau anakanak KSM yang di tingkat SD dan SMP absensi kehadiran di sekolahnya
tidak mencapai 80 persen pada setiap tahap penerimaan bantuan.
Walhasil,
program keluarga harapan sangat bermanfaat untuk rakyat kecil di negeri ini.
Dan, selaras dengan pengembangan wilayah PKH ke sejumlah provinsi yang
dilakukan Kementerian Sosial maka semakin banyak pula pemerintah daerah yang
hendak mendapatkan program ini. Apalagi, pemerintah daerah tidak perlu
terbebani APBDnya karena APBN telah menggelontorkan dana miliaran rupiah sesuai
dengan jumlah data
keluarga
sangat miskin.
Sesuai MoU
dengan pusat, pemerintah daerah hanya berkewajiban memastikan tersedianya
fasilitas pelayanan kesehatan dan pendidikan serta sekretariat UPPKH dari
tingkat provinsi hingga kabupaten. Penulis berharap, birokrasi di daerah lebih
memudahkan bagi masyarakat keluarga sangat miskin untuk memperoleh manfaat
maksimal dari PKH.
Apalagi,
program yang pada 2011 didampingi oleh 4.077 orang dan 510 operator di berbagai
daerah ini tidaklah dirancang untuk satu periode pemerintahan saja, tetapi
sustainable atau berkelanjutan. Sebab, siapa pun yang menjadi presiden di
negara kita, masyarakat sangat miskin tetap (akan selalu) ada. Karena itu, para
pemimpin harus serius dalam mengayomi masyarakat miskin jika tak hendak
dipersalahkan oleh sejarah perjalanan bangsa ini. Wallahu a'lam. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar