Penderitaan Anak Yang Sakit Tumor tidak memiliki biaya untuk Operasi

Bocah Tulungrejo Terserang Tumor, Awalnya Seperti Digigit Nyamuk
(Dikutip dari Harian Memo Arema) Memo –
 Berbagai pengobatan dan berbagai upaya sudah dilakukan oleh Darmadji (42), warga Dusun Wonorejo RT 3, RW 12, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu untuk mengobati penyakit yang diderita anak bungsunya Adinda Ifanka Mayasanda Putri (6). Murid TK Arjuna Tulungrejo ini menderita penyakit tumor pembuluh darah yang akrab disebut hemangioma. Ketika bocah ini berumur satu bulan, mendadak muncul bintik-bintik merah pada bagian kanan atas bibirnya. Lama kelamaan bintikan tersebut membengkak hingga semakin besar. “Saya kira digigit nyamuk, sempat saya beri minyak kayu putih, tapi dari waktu ke waktu semakin membesar,” terang Darmadji sambil memangku Adinda. Saat itu Darmadji membawa bayinya ke bidan desa, oleh bidan desa dianjurkan untuk periksa ke RS Paru. Di rumah sakit ini ia dianjurkan untuk memeriksakan penyakit anaknya ini ke dokter spesialis. Hingga akhirnya Darmadji membawa Adinda ke Dokter Bambang P, ahli bedah plastic di kawasan Dieng Kota Malang, saat itulah ia baru tahu kalau penyakit yang diderita oleh bayinya adalah penyakit tumor pembuluh darah. Oleh Dokter Bambang, Darmadji disarankan membawa bayinya untuk berobat di RSSA Malang. Saat itu ditangani oleh Dokter Herman. Saat itu, ia hanya diberi obat untuk dikonsumsi anaknya selama dua tahun, menurut Dokter Herman, pengobatan terhadap Adinda baru bisa dilaksanakan saat ia berumur 2 tahun. “Selama dua tahun, anak saya mengkonsumsi obat, tapi bibirnya tambah bengkak,” ujar Darmadji ditemui di rumahnya kemarin (20/6). Ketika umur dua tahun, Darmadji kembali lagi ke RSSA untuk menjalani operasi, namun tim dokter RSSA tidak berani mengoperasinya. Satu saat Darmadji bertemu dengan seorang kenalannya yang tinggal di Gintung, Punten, Bumiaji. Kenalannya ini merekomendasi agar Darmadji membawa anaknya ke RS Ramelan Surabaya, karena anaknya yang menderita penyakit yang sama bisa disembuhkan di rumah sakit ini. “Di rumah sakit ini, tim dokter berani mengoperasi, malah saat itu sudah masuk ke ruangan operasi dan anak saya disuntik bius, namun operasi digagalkan karena beresiko,” ujar Darmadji. Saat itu laki-laki yang sehari-hari bekerja sebagai buruh tani ini mendapatkan penjelasan bahwa dokter baru berani mengoperasi bibir anaknya ketika Adinda sudah berumur 7 hingga 8 tahun. Akhirnya, Darmadji pun harus pulang dengan kecewa. Tidak putus asa, Darmadji juga berupaya mencari pengobatan alternative, namun upaya ini tidak membawakan hasil. Ia mengaku nelangsa saat mendengar anaknya diejek oleh teman sepermainannya. “Anak saya memang sempat minder, tapi lama kelamaan kepercayaan dirinya terbangun,” ujarnya. ` Tidak hanya pikiran yang dicurahkan untuk mengobati anaknya tersebut, tidak terhitung pula harta benda yang dihabiskan untuk biaya pengobatan. Dulu Darmadji memiliki 3 ekor sapi, kini seluruh sapinya sudah habis. Karena itulah ia berharap mendapatkan bantuan dari pemerintah, hingga ia bisa mengobati anaknya hingga sembuh. “Saya berharap ada kepedulian dari pemerintah,” ujarnya. (dan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar