http://sidomi.com
Undang-Undang (UU) Desa telah disahkan oleh DPR. Konsekuensi dari UU
ini adalah tiap desa akan mendapatkan anggaran dari APBN yang besarnya
paling sedikit 10 persen dari dana perimbangan kabupaten atau kota dalam
APBD. Angka tersebut dikurangi Dana Alokasi Khusus (DAK). Jika
diangkakan, satu desa kemungkinan mendapat tambahan dana kurang lebih
Rp 1 miliar setiap tahunnya.
Dana sebesar ini mesti ada pertanggungjawaban secara administratif.
Oleh sebab itu, setiap kepala desa wajib menguasai tata pembukuan atau
akuntansi agar pemasukan dan pemakaiannya dapat terkontrol. Jika dari
sisi data akuntansi tidak valid dikhawatirkan akan banyak kepala desa
atau mungkin perangkatnya yang terandung kasus korupsi.
“Dengan disahkan UU Desa, Kepala Desa harus belajar accounting karena kepala desa nanti akan menjadi pejabat pembuat komitmen. Jangan sampai kepala desa masuk penjara karena ketidakmengertiannya dalam mengelola keuangan,”kata Bachruddin Nasori, Anggota Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang Desa (Panja RUU Desa), seperti dikutip Antara.
Alokasi dana ini memberikan kesempatan kepada setiap desa untuk
berkembang. Sejauh ini dana APBN belum menyentuh sampai di tingkat desa.
Pembangunan desa menjadikan
objek proyek berbagai kementrian dari pusat. Lewat UU Desa, nantinya
kepala desa dapat mengambil kebijakan dalam mengatur dan membangun
wilayahnya.
Dana ini memang rawan untuk dikorupsi. Jika warga desa tidak
melakukan pengawasan secara ketat, pemakaian dana bisa diselewengkan.
Oleh sebab itu, harus ada peran serta masyarakat untuk mengamankan
pemakaian anggaran desa demi kemajuan yang lebih baik bagi desanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar