Asosiasi BPD Kota Batu Keluhkan Minimnya Operasional ke Dewan

Sebanyak 19 Badan Permusyawaratan Desa Kota Batu curhat kepada DPRD Kota Batu, Selasa (9/1/2018). Mereka mengadu terkait peran BPD yang jarang dilibatkan dalam musyawarah rencana pembangunan (musrenbang).
 “Kalau kepala desa sering diajak untuk ikut pertemuan. Tapi kalau BPD jarang, padahal peran BPD dan perangkat desa tidak jauh beda,” kata Ketua Asosiasi BPD se-Kota Batu, Rosihan.
Ia menjelaskan eksistensi BPD selama ini tidak difungsikan sebagaimana mestinya. Mereka juga mengadukan tunjangan Biaya Operational (BOP) yang sejak pemerintahan Wali Kota Batu almarhum Imam Kabul tidak ada perubahan. Dari dulu sampai sekarang BOP yang diberikan hanya Rp 15 juta per tahun untuk 11 orang.
Padahal, dana tersebut digunakan untuk banyak kegiatan seperti monitoring, rapat dan sebagainya.  “Masak sejak zaman kepemimpinan almarhum Pak Imam Kabul sampai sekarang gak nambah-nambah,” imbuhnya.
Selain itu, sarana penunjang BPD yang lain seperti kamera, laptop, atau komputer juga tidak ada. “Ada komputer, print, tapi pinjam desa. Padahal kami juga butuh itu. Selama ini sebagian dari kami memakai fasilitas milik sendiri,” jelas anggota BPD Pesanggrahan ini. 
“Desa ingin pemenuhan sarana prasarana pakai uang (BOP) itu saja. Padahal,  uang itu belum setengah tahun sudah habis sehingga seringkali memakai uang tunjangan kami sendiri agar tugas bisa dilaksanakan dengan baik,” jelasnya.
Sementara, tunjangan yang mereka dapat beragam. Setiap bulan, untuk ketua BPD Rp 500 ribu, sekretaris dan wakil BPD Rp 400 ribu dan anggota Rp 300 ribu per orang.
Menurutnya, agar bisa bekerja secara profesional pihaknya membutuhkan anggaran proporsional sesuai beban dan tanggungjawabnya.
“Harus ada anggaran yang cukup agar kerja maksimal. Kalau kami dituntut melakukan pengawasan maksmimal tentu harus diimbangi fasilitas yang memadai,” ujar Rosihan.
Anggota Komisi A DPRD Kota Batu, Saihul Anam mengatakan Pemkot Batu harus bisa membuatkan payung hukum khusus untuk kerja para anggota BPD ini. Payung hukum ini gunanya agar BPD juga bisa mendapatkan akses saat pembahasan APBDes, Musrenbang, Alokasi Dana Desa (ADD) dan sebagainya.
"Semua ini harus dijembatani agar pemerintahan berjalan baik, tidak hanya ditingkat kota, tetapi juga desa," ucap Saihul.
Saihul menambahkan jika tidak ada BPD pembahasan APBDes secara aturan tidak sah. Sebab, pengesahan pembahasan membutuhkan tandatangan mereka. Dari segi tunjangan dan biaya operasional, Saihul menegaskan, dalam payung hukum itu nanti juga harus dibahas.
"Kalau begitu memang perlu ada penambahan sesuai dengan kebutuhan. Terutama untuk biaya operasional," tutupnya.
Suber :www.malangtimes.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar