Batu
Agropolitan Wednesday, 09 April 2014 15:30
KETERBATASAN fisik, tak jadi penghalang menyalurkan hak pilih ke TPS.
Itulah yang dilakoni 239 orang difabel, mereka justru antusias mengikuti Pileg
dibanding warga dengan fisik normal namun pilih bangga Golput.
Noverian Primaski (19) tahun, warga Kelurahan Ngaglik, Kota Batu, merupakan salah satu dari warga yang antusias datang ke TPS menyalurkan hak pilihnya. Meski menderita cacat fisik (tunadaksa),, namun tekadnya nyoblos sangat tinggi. Bukan kali ini saja, Prima panggilan akrabnya itu dalam Pilwali Kota Batu dan Pilgub lalu, juga aktif berpartisipasi.
Menggunakan kursi roda, Prima dibantu orangtuanya, Vita Triastuti menuju TPS 16 yang tidak jauh dari rumahanya yang berjarak 30 meter. Bagi manusia normal, jarak itu sangat-sangat dekat. Tetapi bagi Prima yang tidak bisa berjalan, harus menggunakan kursi roda yang didorong orangtuanya secara perlahan.
Setibanya di TPS, petugas Linmas pun cepat mengangkat kursi roda tersebut lantaran TPS yang menggunakan ruang sekolah ini, dilengkapi anak tangga. Dia juga terlihat tidak minder dan canggung.” Saya pernah minder berat, karena sempat menjadi sorotan masyarakat. Namun Ibu selalu memberi semangat, dan guru-guru di sekolah juga minta kami untuk mencoblos,’’ kata Prima, kemarin.
Partisipasinya menyalurkan hak pilih, dia katakan bukan tanpa alasan. Sebab, pemuda yang pernah menjuarai MIPA tingkat Nasional di Bali dan Manado, itu berharap agar kedepannya penyandang difabel bisa disiapkan sekolah layak dan berkualitas. Tak hanya itu, fasilitas umum juga ada bagian bagi difabel.
” Saya memilih Caleg yang mau memperjuangkan hak-hak kami, karena bagaimanapun kami sebagai kaum marjinal masih mendapat diskriminasikan,”aku putra dari Vita Triastuti- Ahmad Yunus ini.
Sang ibu menambahkan, putranya itu sudah mengalami cacat fisik sejak berusia 1,5 tahun. Dan begitu usianya menginjak 17 tahun, Prima sudah mulai nyoblos menggunakan hak pilihnya. Dia mengakui selalu mendorong siswa Kelas X di SLB Eka Mandiri, itu untuk tidak minder.”Saya pun tidak merasa malu memiliki anak seperti dia. Bagaimanapun meski fisik tidak normal, tetapi dia cukup membanggakan,’’ungkap Vita.
Salah seorang guru SLB Eka Mandiri, Dentrik Panggayuh membenarkan bahwa pihak sekolah menghimbau kepada anak didiknya untuk menggunakan hak pilih dalam pemilu. Apalagi mulai tahun ini, pihaknya menjalin kerjasama dengan KPU untuk meningkatkan partisipasi kaum marjinal.
Dari pengalaman sebelumnya, biasanya anak-anak difabel tergantung pada kesiapan orangtua mereka untuk datang tidaknya ke TPS.”Makanya saya mendatangi satu persatu ke rumah mereka, untuk berkomunikasi dengan orangtuanya. Bahkan, kami menawarkan antar jemput ke TPS, namun mereka pilih mengantarkan anaknya,’’terang Dentrik.
Pengalaman Pilwali Kota Batu tahun 2012 lalu, ada salah satu suswa SLB Eka Mandiri, menangis di sekolah lantaran oleh orangtuanya tidak diijinkan ikut datang ke TPS dengan merobek kertas panggilan nyoblos. Padahal anak-anak ini sudah mengerti tentang.
” Dalam Pemilu kali ini, siswa sekolah ini yang telah menggunakan hak pilihnya sekitar 100 lebih, baik itu anak tuna grahita (IQ dibawah rata-rata), Tunadaksa (cacat fisik), dan tunarungu dan yang tunanetra juga ada,’’
Pungkasnya. (mik/lyo)
Noverian Primaski (19) tahun, warga Kelurahan Ngaglik, Kota Batu, merupakan salah satu dari warga yang antusias datang ke TPS menyalurkan hak pilihnya. Meski menderita cacat fisik (tunadaksa),, namun tekadnya nyoblos sangat tinggi. Bukan kali ini saja, Prima panggilan akrabnya itu dalam Pilwali Kota Batu dan Pilgub lalu, juga aktif berpartisipasi.
Menggunakan kursi roda, Prima dibantu orangtuanya, Vita Triastuti menuju TPS 16 yang tidak jauh dari rumahanya yang berjarak 30 meter. Bagi manusia normal, jarak itu sangat-sangat dekat. Tetapi bagi Prima yang tidak bisa berjalan, harus menggunakan kursi roda yang didorong orangtuanya secara perlahan.
Setibanya di TPS, petugas Linmas pun cepat mengangkat kursi roda tersebut lantaran TPS yang menggunakan ruang sekolah ini, dilengkapi anak tangga. Dia juga terlihat tidak minder dan canggung.” Saya pernah minder berat, karena sempat menjadi sorotan masyarakat. Namun Ibu selalu memberi semangat, dan guru-guru di sekolah juga minta kami untuk mencoblos,’’ kata Prima, kemarin.
Partisipasinya menyalurkan hak pilih, dia katakan bukan tanpa alasan. Sebab, pemuda yang pernah menjuarai MIPA tingkat Nasional di Bali dan Manado, itu berharap agar kedepannya penyandang difabel bisa disiapkan sekolah layak dan berkualitas. Tak hanya itu, fasilitas umum juga ada bagian bagi difabel.
” Saya memilih Caleg yang mau memperjuangkan hak-hak kami, karena bagaimanapun kami sebagai kaum marjinal masih mendapat diskriminasikan,”aku putra dari Vita Triastuti- Ahmad Yunus ini.
Sang ibu menambahkan, putranya itu sudah mengalami cacat fisik sejak berusia 1,5 tahun. Dan begitu usianya menginjak 17 tahun, Prima sudah mulai nyoblos menggunakan hak pilihnya. Dia mengakui selalu mendorong siswa Kelas X di SLB Eka Mandiri, itu untuk tidak minder.”Saya pun tidak merasa malu memiliki anak seperti dia. Bagaimanapun meski fisik tidak normal, tetapi dia cukup membanggakan,’’ungkap Vita.
Salah seorang guru SLB Eka Mandiri, Dentrik Panggayuh membenarkan bahwa pihak sekolah menghimbau kepada anak didiknya untuk menggunakan hak pilih dalam pemilu. Apalagi mulai tahun ini, pihaknya menjalin kerjasama dengan KPU untuk meningkatkan partisipasi kaum marjinal.
Dari pengalaman sebelumnya, biasanya anak-anak difabel tergantung pada kesiapan orangtua mereka untuk datang tidaknya ke TPS.”Makanya saya mendatangi satu persatu ke rumah mereka, untuk berkomunikasi dengan orangtuanya. Bahkan, kami menawarkan antar jemput ke TPS, namun mereka pilih mengantarkan anaknya,’’terang Dentrik.
Pengalaman Pilwali Kota Batu tahun 2012 lalu, ada salah satu suswa SLB Eka Mandiri, menangis di sekolah lantaran oleh orangtuanya tidak diijinkan ikut datang ke TPS dengan merobek kertas panggilan nyoblos. Padahal anak-anak ini sudah mengerti tentang.
” Dalam Pemilu kali ini, siswa sekolah ini yang telah menggunakan hak pilihnya sekitar 100 lebih, baik itu anak tuna grahita (IQ dibawah rata-rata), Tunadaksa (cacat fisik), dan tunarungu dan yang tunanetra juga ada,’’
Pungkasnya. (mik/lyo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar